Kajian Fiskal Regional: Prof. Ahlis Soroti Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Sulteng

0
63

Palu – Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, Prof. Mohamad Ahlis Djirimu, SE., DEA., Ph.D, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan Diseminasi Kajian Fiskal Regional (KFR) Triwulan I 2025 yang diselenggarakan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sulawesi Tengah pada Kamis, 22 Agustus 2025. Dalam forum tersebut, Prof. Ahlis menyoroti kondisi kemiskinan dan ketimpangan di Sulawesi Tengah berdasarkan data terkini Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan laporan BPS, angka kemiskinan Sulawesi Tengah pada Maret 2025 tercatat sebesar 11,04 persen. Angka ini mengalami penurunan tipis dibandingkan September 2024 yang mencapai 10,92 persen, atau secara absolut turun sekitar 0,12 persen. Jumlah penduduk miskin di provinsi ini mencapai 356,19 ribu orang, setara dengan dua kali lipat jumlah penduduk Kota Palu.

Namun, Prof. Ahlis mengingatkan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin belum merata secara spasial. Data menunjukkan bahwa kemiskinan di wilayah perkotaan justru menurun, sementara di pedesaan cenderung meningkat. Hal ini menegaskan adanya tantangan serius dalam pemerataan pembangunan dan distribusi kesejahteraan masyarakat.

Dalam paparannya, Prof. Ahlis menyoroti garis kemiskinan Maret 2025 yang tercatat sebesar Rp624.854 per kapita per bulan, dengan komposisi 75,02 persen untuk kebutuhan makanan dan 24,98 persen untuk non-makanan. Menurutnya, dominasi belanja makanan dalam garis kemiskinan menunjukkan masih rendahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan non-pangan yang lebih produktif.

Prof. Ahlis juga menekankan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tengah masih cenderung bersifat reaktif, seperti pemadam kebakaran, tanpa desain kebijakan yang konsisten, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menyebut perlunya pendekatan spasial, tematik, serta integrasi waktu agar program penanggulangan benar-benar tepat sasaran.

Secara historis, BPS mencatat adanya fluktuasi dalam tren kemiskinan di Sulteng antara 2014 hingga 2025. Tercatat lima kali peningkatan angka kemiskinan dan empat kali penurunan. Fluktuasi ini, menurut Prof. Ahlis, memperlihatkan bahwa kebijakan yang ada belum mampu memberikan stabilitas jangka panjang dalam penanggulangan kemiskinan.

Lebih lanjut, Prof. Ahlis menilai struktur ekonomi Sulawesi Tengah yang masih bertumpu pada sektor primer menjadi salah satu akar masalah. Sektor pertambangan dan industri pengolahan belum sepenuhnya memberikan dampak positif terhadap penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat karena keterbatasan hilirisasi dan keterhubungan antarwilayah.

Ia menambahkan bahwa infrastruktur dan konektivitas yang belum merata juga menghambat produktivitas dan investasi. Tanpa perbaikan signifikan di bidang ini, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah sulit diharapkan dapat mendorong penurunan angka kemiskinan secara berkelanjutan.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Ahlis mendorong agar strategi pengentasan kemiskinan tidak hanya berbasis bantuan langsung, tetapi juga memperkuat sektor-sektor produktif seperti pertanian modern, agroindustri, serta UMKM. Ia menegaskan bahwa sektor-sektor tersebut berpotensi besar menyerap tenaga kerja lokal sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi.

Mengakhiri paparannya, Prof. Ahlis menegaskan perlunya kolaborasi lebih erat antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam merancang kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin. “Tanpa strategi yang inklusif dan berkelanjutan, kemiskinan hanya akan berputar dalam lingkaran tanpa ujung,” tegasnya.