Palu, 18 Oktober 2025 — Upaya pelestarian warisan negeri seribu megalit semakin menemukan arah yang kuat dengan dilaksanakannya Uji Publik Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya Negeri 1000 Megalit di Hotel Best Western Plus Coco Palu, Sabtu (18/10). Kegiatan ini merupakan bagian dari luaran dari riset yang dibiayai oleh Pendanaan Riset Pembangunan Berkelanjutan (PRPB)-Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Uji publik ini diselenggarakan oleh tim peneliti Universitas Tadulako (UNTAD) yang dipimpin oleh Prof. Jusman Mansyur, penerima hibah riset PRPB-LPDP. Kegiatan berlangsung dalam suasana akademik yang dinamis dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari unsur pemerintah daerah, akademisi, peneliti, dan masyarakat pelestari budaya.
Dua akademisi UNTAD, Prof. Dr. Slamet Riyadi, M.Si dan Dr. Awaluddin, SH., MH., tampil sebagai pembahas utama dalam kegiatan tersebut. Prof. Slamet Riyadi menyoroti pentingnya governance framework dalam perlindungan cagar budaya, dengan menekankan bahwa pelestarian tidak dapat dilepaskan dari tata kelola kolaboratif lintas sektor dan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal.
Sementara itu, Dr. Awaluddin, S.H., M.H., menekankan pentingnya sinkronisasi antar peraturan yang telah ada, baik di tingkat nasional maupun daerah. Menurutnya, Ranperda tentang pengelolaan dan pelestarian cagar budaya harus memperhatikan keterpaduan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, peraturan tentang otonomi daerah, serta regulasi pengelolaan aset daerah. “Sinkronisasi ini sangat krusial agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan agar pelaksanaannya di daerah berjalan efektif dan konsisten,” jelasnya.
Dalam pengantarnya, Prof. Jusman Mansyur menjelaskan bahwa penyusunan naskah akademik dan Raperda ini bertujuan memperkuat posisi pemerintah daerah dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya megalitik yang menjadi identitas masyarakat Sulawesi Tengah. Ia juga menekankan bahwa pelestarian tidak cukup hanya menyasar artefak, tetapi juga harus mencakup sistem sosial dan kearifan lokal masyarakat di sekitar situs.
Peserta dari berbagai unsur turut memberikan masukan konstruktif. Perwakilan dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulawesi Tengah menyoroti pentingnya penataan dan pencatatan aset daerah yang berkaitan dengan situs cagar budaya. Menurutnya, status kepemilikan dan pengelolaan situs perlu diperjelas agar memiliki dasar hukum yang kuat dan tercatat dalam daftar aset budaya daerah sehingga sumber pendanaan juga menjadi jelas.
Dalam sesi diskusi, muncul gagasan pembentukan Sekretariat Bersama Pengelola Negeri 1000 Megalit. Forum ini diusulkan menjadi wadah koordinasi lintas sektor antara pemerintah daerah, akademisi, komunitas adat, dan lembaga pelestari budaya untuk memastikan tata kelola pelestarian yang inklusif dan berkelanjutan.
Sejumlah peserta juga menekankan bahwa regulasi yang dihasilkan tidak hanya harus melindungi warisan fisik, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai sosial, spiritual, dan ekonomi masyarakat sekitar situs. Pendekatan berbasis komunitas dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam pengelolaan cagar budaya di wilayah ini.
Dalam penutupan kegiatan, Prof. Slamet Riyadi menyampaikan bahwa Negeri 1000 Megalit merupakan simbol kesinambungan budaya yang merepresentasikan peradaban masa lalu Nusantara. “Kita harus memastikan regulasi ini menjadi jembatan antara pelestarian, kesejahteraan masyarakat, dan penguatan identitas kebangsaan,” ujarnya.
Dengan terlaksananya uji publik ini, diharapkan proses penyempurnaan naskah akademik dan Raperda dapat segera diselesaikan dan diajukan untuk masuk dalam agenda legislasi tahun berikutnya. Kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju tata kelola pelestarian budaya yang kolaboratif, berbasis riset, dan berkelanjutan di Negeri 1000 Megalit.


