Surakarta, 9 Agustus 2025 – Guru Besar Fakultas Biologi Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, MSi, tampil sebagai Keynote Speaker pada Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI) 2025 yang digelar secara daring. Seminar ini mengangkat tema sentral “Konservasi biodiversitas di Ruang Terbuka Hijau: Upaya mewujudkan kota yang berkelanjutan.”
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Masyarakat Biodiversitas Indonesia bekerja sama dengan Sekretariat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, serta melibatkan ratusan akademisi, peneliti, mahasiswa, dan praktisi lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam paparannya, Prof. Ramadanil menekankan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) bukan hanya sekadar elemen estetika kota, melainkan juga benteng terakhir bagi keberlangsungan keanekaragaman hayati. Menurutnya, RTH memiliki fungsi ekologis penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan perkotaan.
“Konservasi biodiversitas di ruang terbuka hijau harus dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk kesehatan kota dan kualitas hidup masyarakat. Kota yang berkelanjutan tidak bisa lepas dari keberadaan flora dan fauna yang hidup di dalamnya,” ujar Prof. Ramadanil.
Ia menambahkan, keberlanjutan kota di masa depan tidak hanya ditentukan oleh infrastruktur modern, melainkan juga oleh seberapa jauh masyarakat mampu menjaga hubungan harmonis dengan alam. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan tata kota yang mengintegrasikan aspek konservasi biodiversitas.
Seminar nasional ini juga menghadirkan Prof. Gono Semiadi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai narasumber pendamping. Diskusi antara kedua pakar tersebut memperkaya perspektif tentang peran biodiversitas dalam menghadapi tantangan urbanisasi yang kian masif.
Selain memberikan paparan ilmiah, Prof. Ramadanil juga berbagi pengalaman riset lapangan di Sulawesi Tengah yang menunjukkan pentingnya perlindungan spesies endemik. Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, namun juga menghadapi ancaman besar akibat alih fungsi lahan.
Peserta seminar tampak antusias mengikuti sesi diskusi, terutama terkait strategi mengintegrasikan konservasi ke dalam perencanaan pembangunan kota. Banyak pertanyaan muncul mengenai peran pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat dalam memperluas ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis.
Kegiatan ini diharapkan mampu melahirkan rekomendasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dan lembaga terkait, terutama dalam penyusunan kebijakan kota hijau yang ramah biodiversitas. Dengan demikian, gagasan kota berkelanjutan dapat diwujudkan melalui kolaborasi antara ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan partisipasi masyarakat.
Sebagai penutup, Prof. Ramadanil menegaskan kembali pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Konservasi bukan tugas satu institusi, tetapi tanggung jawab kolektif. Dengan sinergi bersama, kita bisa menjadikan ruang terbuka hijau sebagai pusat kehidupan ekologis yang menjaga masa depan kota-kota kita,” pungkasnya.


