Palu – Guru Besar UNTAD, Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, M.Si, menjadi pemateri utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Sulawesi Tengah dan Potensinya dalam Bioprospeksi, Jumat (3/10/2025). Forum ini merupakan bagian dari rangkaian penyusunan Dokumen Nasional Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025–2045 yang diterbitkan oleh Bappenas.
FGD ini dilaksanakan secara daring dan diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan, antara lain Bappenas, Bappeda Sulawesi Tengah, SEACREST, lembaga teknis daerah, akademisi, serta perwakilan organisasi masyarakat sipil. Kehadiran mereka memperlihatkan bahwa isu keanekaragaman hayati telah menjadi agenda strategis lintas sektor.
Dalam paparannya, Prof. Ramadanil menekankan bahwa Sulawesi Tengah merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, dengan banyak spesies flora endemik yang memiliki potensi besar untuk bioprospeksi. “Keanekaragaman tumbuhan di Sulteng tidak hanya penting bagi ekologi, tetapi juga bisa dikembangkan untuk kesehatan, pangan, hingga industri kreatif berbasis alam,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa data ilmiah dari daerah harus menjadi fondasi penyusunan IBSAP 2025–2045. Dokumen ini akan menjadi pedoman nasional dalam pengelolaan biodiversitas yang seimbang antara konservasi dan pemanfaatan. Dengan basis data yang kuat, IBSAP dapat menjawab tantangan besar berupa perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan tuntutan pembangunan berkelanjutan.
Prof. Ramadani juga menyoroti perlunya kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan masyarakat lokal dalam menjaga kekayaan hayati. Menurutnya, partisipasi masyarakat yang hidup berdampingan dengan ekosistem alami sangat menentukan keberhasilan konservasi. “Konservasi tidak boleh eksklusif. Ia harus inklusif dengan melibatkan semua lapisan masyarakat,” tegasnya.
FGD ini turut membahas peluang pengembangan bioprospeksi, yakni pemanfaatan sumber daya genetik untuk riset dan inovasi produk. Prof. Ramadani menekankan bahwa jika dikelola secara bijak, bioprospeksi bisa menjadi motor penggerak ekonomi hijau sekaligus membuka ruang bagi Indonesia untuk bersaing di kancah global.
Bappenas dalam kesempatan itu menegaskan pentingnya kontribusi daerah untuk memperkaya data nasional. Sulawesi Tengah yang dikenal dengan tingkat endemisitas tinggi di kawasan Wallacea diharapkan memberi masukan besar terhadap kebijakan strategis nasional.
Dalam diskusi, Prof. Ramadanil juga mengingatkan bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi, seperti ancaman deforestasi, alih fungsi lahan, serta lemahnya regulasi perlindungan spesies endemik. Ia mendorong adanya kebijakan yang lebih tegas dan terintegrasi agar biodiversitas Sulteng tidak hilang sebelum sempat dimanfaatkan secara ilmiah.
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi Sulawesi Tengah untuk menegaskan posisinya dalam peta konservasi nasional. Data dan masukan dari akademisi seperti Prof. Ramadanil memperlihatkan bahwa perguruan tinggi memiliki peran vital dalam menyediakan basis pengetahuan yang dapat diandalkan dalam penyusunan kebijakan.
Dengan keterlibatannya, Prof. Ramadanil sekaligus menegaskan kiprah UNTAD sebagai institusi akademik yang aktif berkontribusi dalam isu-isu strategis nasional. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa peran perguruan tinggi tidak berhenti pada pendidikan dan riset, tetapi juga pada advokasi dan kontribusi nyata dalam menjaga serta memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk masa depan bangsa.